Motivasi Belajar Anak
Beginilah cerita seorang ayah pada waktu makan malam, waktu
favorit berkumpul keluarga, di mana suami, isteri dan semua anaknya hadir.
Paman papi pertama bernama Bill Gates. Ia telah bisa membuat
program komputer dalam usia tiga belas tahun. Program komputer telah membuatnya
terobsesi, sehingga ia merelakan kuliahnya di universitas bergengsi di Amerika.
Lain hari, ayah bercerita lagi, paman papi kedua bernama Steve
Jobs, anak yang nakal pada waktu muda dan gemar elektronika. Ia meninggalkan
kuliahnya dan berhasil dalam tiga industri yang berbeda yaitu musik, komputer
dan film animasi.
Hari berikutnya ayah itu bercerita lagi, paman papi ketiga dan
keempat bernama Sergey Brin dan Larry Page. Mereka merelakan program doktornya
karena obsesinya untuk mengkomersialkan hasil riset mesin pencarinya.
Ayah itu menjelaskan bahwa tidak selamanya cerita-cerita itu
disampaikan tanpa gangguan atau komentar negatif. Anak-anaknya sering nyeletuk, "Kok, paman
semuanya kaya tetapi papi tidak banyak uangnya," atau "Pamannya
pintar-pintar, kok papi tidak." atau "Bosan ah, cerita paman
melulu."
Untuk mengurangi kebosanan, di hari yang lain sang ayah tidak
bercerita lagi tentang paman-pamannya. Saudara nenek kamu bernama Ibu Teresa.
Ketika diragukan niat baiknya untuk menolong ratusan ribu orang yang harus
ditolong, ibu Teresa bertanya, mulai dari angka berapa kamu menghitung sampai
sejuta? Ibu itu berkata, mulai dari angka satu.
Lain hari ayah itu bercerita lagi, saudara nenek yang lain bernama
Grace Murray Hopper. Ia adalah wanita penemu bahasa pemrograman COBOL. Ia
adalah nenek pertama yang mendapatkan pangkat Real
Admiral dan wanita pertama
yang masih bekerja pada usia delapan puluh tahun di angkatan laut Amerika.
Lain hari ayahnya bercerita lagi. Pada suatu hari seorang anak
berlari dengan kencang sambil menangis. Ia duduk di bawah pohon yang rindang
sambil meratapi nasibnya dan menangis karena selalu saja prestasi sekolahnya
jauh di bawah nilai kakaknya. Tanpa sadar ia melihat pemandangan yang indah di
mana tetesan air jatuh ke sebuah batu yang sangat besar. Karena penasaran ia
mendatangi lebih dekat dan terkejut ketika melihat batu itu berlobang karena
tetesan-tetesan air yang kecil itu. Setelah dewasa anak itu menjadi orang yang
terkenal jauh melebihi kakaknya karena hasil karyanya.
Begitulah cerita sang ayah kepada anak-anaknya pada setiap acara
favorit keluarga, makan malam. Dan sering juga anak-anaknya mengomel, “Ah
bosan, pada suatu hari melulu.”
Hasilnya? Masih saja semangat belajar anak-anaknya jauh dari
memuaskan yang tentu saja berakibat pada nilai raport mereka. Namun ayah itu
tidak bosan-bosannya dan tidak kenal lelah bercerita selama berhari-hari,
berbulan-bulan dan bertahun-tahun, walaupun hasil yang diinginkan masih belum
kunjung tiba. Stok ceritanya tidak hanya yang di atas, tetapi sering juga
cerita-cerita itu diulang-ulang.
Kadang-kadang, kata sang ayah kepada penulis, sering juga ia
bernyanyi sebagai ganti bercerita. Nyanyian itu adalah nyanyian yang biasa dilakukan
ketika anak sekolah setingkat SD mulai belajar English Grammar. (Pernah dimuat
di surat kabar Kompas pada saat menceritakan seorang bintang NBA).
"Good … Better ... Best
Don’t let us rest
Until your good becomes your better
And your better becomes your best."
Don’t let us rest
Until your good becomes your better
And your better becomes your best."
Ayah itu bernyanyi terus sampai suatu hari salah satu anaknya
mulai mengomentari setelah kalimat “Don’t let us rest.”, " … Ih, capek
dech."
Ayah itu bernyanyi dan bercerita, bernyanyi dan bercerita tanpa
kenal bosan dan lelah selama berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun.
Sampai suatu hari, keajaiban datang kepada anaknya yang sulung,
kata sang ayah kepada penulis. Kepala sekolah dibuat kaget dengan lonjakan
drastis nilai-nilainya hanya dalam hitungan bulan. Lonjakan nilai anak itu
adalah yang paling tinggi di sekolahnya. Penulis memberanikan bertanya, apakah
ia ranking pertama? Ah, bukan itu yang penting, jawab sang ayah. Yang penting
adalah usahanya untuk mendorong dirinya ke arah potensi terbesarnya, sang ayah
menjelaskan lebih lanjut.
Mendengar cerita sang ayah, penulis menjadi sadar dan heran dengan
masih banyak orang tua yang tidak atau kurang sabar dalam membimbing
anak-anaknya belajar, sehingga banyak yang menggunakan kekerasan atau pemaksaan
kehendak dalam memotivasi anak-anak yang masih duduk di tingkat SD.
Itu mengingatkan penulis tentang cerita antara angin dan matahari.
Angin dengan kekuatannya mencoba untuk memaksa seseorang agar membuka jaketnya.
Semakin angin itu berusaha dengan keras memaksanya, semakin keras orang itu
memegang jaketnya agar tidak terbawa angin.
Sedangkan matahari dengan bijak menggunakan kekuatannya membujuk
orang itu untuk membuka jaketnya atas keinginan sendiri. Walaupun orang itu
sudah berteduh di bawah pohon yang rindang, tetapi panas teriknya matahari
membuat orang itu tidak hanya membuka jaketnya tetapi juga bajunya. Matahari
memberikan motivasi kepada orang itu, “Agar tidak kepanasan bukalah jaket dan
bajumu”.
Penulis menjadi teringat juga tentang cerita angsa dan telur emas
dalam buku "The 7 Habits of Highly Effective People" karya Steven R.
Covey. Covey menyinggung cerita tentang petani miskin yang menemukan angsa yang
menghasilkan telur emas. Karena ketidaksabaran dan keserakahannya, petani itu
membunuh angsanya sehingga tidak lagi mendapatkan telur emasnya. Covey kemudian
menghubungkan cerita itu dengan P/KP (Produksi dan Kemampuan Produksi).
Penulis menjadi teringat juga tentang teori Montessori dari buku
"Kisah Sukses Google" oleh David A Vise dan Mark Malseed, penerbit
PT. Gramedia Pustaka Utama. Inilah sedikit kutipan tentang teori itu.
“Kami berdua sewaktu kecil sama-sama bersekolah di sekolah yang
disebut sekolah Montessori. Sistem pendidikan berdasarkan teori Montessori
membiarkan anak-anak mengerjakan apapun yang mereka suka ketika mereka berusia
enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas tahun. Namun
setelah itu, karena hormon-hormon yang berlimpah pada anak laki-laki selewat
usia itu, guru-guru sengaja memberi tugas-tugas ekstra keras kepada mereka.
Sebab jika tidak demikian pikiran mereka akan teralihkan.”
Sang Ayah masih terus bercerita dan bernyanyi berhari-hari,
berbulan-bulan, bertahun-tahun tanpa kenal lelah dan tanpa berharap terlalu
banyak kepada hasil.
Komentar sang ayah tentang hasil mengingatkan penulis pada sebuah
buku “From Good to Great” karya Jim Collin di mana ia berkomentar bahwa
kegagalan justru terjadi pada kategori orang yang terlalu obsesif dengan hasil
yang tidak mempunyai kesabaran dalam usahanya.
Komentar sang ayah tentang hasil mengingatkan juga tentang seorang
penulis lain yang suaranya pernah sering terdengar di sebuah radio yaitu, Gede
Prama dalam bukunya “Kebahagiaan yang Membebaskan”, penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama.
“Ada yang menyebut ini dengan emptiness. Sebuah terminologi timur
yang amat susah untuk dijelaskan dengan kata-kata manusia. Namun Daini Katagiri
dalam Returning to Silence menyebutkan: ‘The final goal is that we should not
be obsessed with the result, whether good, bad or neutral.’ Keseluruhan upaya
untuk tidak terikat dengan hasil. Itulah keheningan. Sehingga yang tersisa
persis seperti hukum alam: kerja, dan kerja. Dalam kerja seperti ini, manusia
seperti matahari. Ditunggu tidak ditunggu, besok pagi ia terbit. Ada awan tidak
ada awan matahari tetap bersinar. Disukai atau dibenci, sore hari di mana pun
ia akan terbenam”
Seorang raja bijak pernah berkata, aku adalah raja di raja dengan
kekayaan yang tidak akan pernah disamai oleh siapapun di dunia. Tetapi kekayaan
ternyata sia-sia. Aku adalah raja dengan kekuasaan besar. Tetapi kekuasaan
ternyata sia-sia. Tetapi aku berkata kepadamu, berbahagialah orang yang makan
minum dari hasil kerjanya. Berbahagialah orang yang mencintai pekerjaannya.
Kerja dan kerja dan kerja seperti matahari yang pasti terbit dan terbenam.
Sang Ayah masih terus bercerita dan bernyanyi berhari-hari,
berbulan-bulan, bertahun-tahun tanpa kenal lelah dan tanpa berharap terlalu
banyak kepada hasil.
Penulis menjadi penasaran dengan anak-anak yang lain dari sang
ayah, kemudian bertanya, Bagaimana hasilnya dengan anak yang lain? Hasil lagi,
hasil lagi, celetuk sang ayah. Mungkin karena tidak tega, sang ayah kemudian
meneruskan, setiap anak mempunyai potensi yang berbeda dan hasilnya juga jangan
diharapkan sama antara anak yang satu dengan yang lain. Tetapi herannya
peningkatan motivasi belajar kedua anak tersebut dimulai di umur yang sama
yaitu sebelas tahun.
Sekarang kata sang ayah kepada penulis, justru sang ayah yang
takut akan motivasi anaknya karena anaknya sering bangun sebelum pukul empat
pagi hari karena selalu cemas hasil belajarnya kurang cukup. Terpaksa ayahnya
bernyanyi lagi:
"Good … Better ... Best
Don’t let us rest
Until your good becomes your better
And your better becomes your best."
Don’t let us rest
Until your good becomes your better
And your better becomes your best."
Usaha terbaikmu anakku, usaha terbaikmu. Setelah melakukan itu
jangan cemas akan hasilnya, demikian kata sang ayah kepada anaknya.
Pada waktu makan malam, acara favorit keluarga, sang ayah masih
terus bercerita dan bernyanyi berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun
tanpa kenal lelah dan tanpa berharap terlalu banyak kepada hasil seperti
matahari yang pasti akan terbit dan terbenam.